Proses Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
Artikel ini akan menerangkan tentang Proses Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pembentukan Kelengkapan Pemerintahan, Pembentukan Komite Nasional Indonesia, Pembentukan Alat Kelengkapan Keamanan Negara, Dukungan Daerah terhadap Pembentukan Negara, Pembentukan Lembaga Pemerintahan di Seluruh Indonesia
Para pemimpin bangsa segera memanfaatkan dengan sebaik-baiknya lembaga yang ada pada waktu itu, yaitu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk Jepang sejak tanggal 7 Agustus 1945.
Melalui pembahasan secara musyawarah, sidang mengambil keputusan penting, antara lain sebagai berikut.
Adapun isi batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945,bahannya diambil dari rancangan konstitusi hasil penyusunan Panitia
Perancangan pada tanggal 16 Juli 1945. Bahan itu juga mengalami beberapa perubahan, antara lain sebagai berikut.
Setelah melalui pembicaraan dan pembahasan yang matang, akhirnya dengan suara bulat, konstitusi itu diterima dan disahkan oleh PPKI menjadi Konstitusi Negara Republik Indonesia.
Konstitusi itu disebut Undang-Undang Dasar 1945. Pengesahan itu kemudian dimuat dalam Berita Republik Indonesia Tahun ke-2 No. 7 Tahun 1946 halaman 45-48.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 presiden dan wakil presiden RI untuk pertama kali dipilih oleh PPKI, karena MPR yang berhak memilih dan melantiknya belum terbentuk. Hal itu diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945.
PPKI memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil presiden RI. Untuk membantu pekerjaan presiden RI, PPKI telah mengaturnya pada Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi,
“Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar, segala kekuasaannya dijalankan oleh presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional”.
PPKI kemudian melanjutkan pekerjaannya guna melengkapi berbagai hal yang diperlukan bagi berdirinya negara dengan melaksanakan sidang pada tanggal 19 Agustus 1945.
Dalam sidang kedua PPKI menghasilkan keputusan, antara lain:
Tujuannya sebagai penjelmaan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan kedaulatan rakyat, KNIP diresmikan dan anggotanya dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru, Jakarta.
Pada saat itu terjadi perubahan politik, pada tanggal 11 November 1945, Badan Pekerja KNIP mengeluarkan Pengumuman Nomor 5 tentang Peralihan Pertanggungjawaban menteri-menteri dari Presiden kepada Badan Pekerja KNIP. Itu berarti sistem kabinet presidensiil dalam UUD 1945 telah diamandemen menjadi sistem kabinet parlementer.
Hal ini terbukti setelah Badan Pekerja KNIP mencalonkan Sutan Syahrir sebagai perdana menteri. Akhirnya, kabinet presidensiil Soekarno-Hatta jatuh dan digantikan oleh kabinet parlementer dengan Sutan Syahrir sebagai perdana menteri pertama.
Hasil kerja panitia kecil itu dilaporkan dalam rapat Pleno PPKI pada tanggal 22 Agustus 1945. Kemudian rapat pleno memutuskan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR).
BKR ditetapkan sebagai bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) yang merupakan induk organisasi dengan tujuan untuk memelihara keselamatan masyarakat, serta merawat para korban perang.
Sementara itu, situasi keamanan tampaknya akan makin buruk karena dibayang-bayangi oleh datangnya tentara Sekutu dan Belanda di Indonesia. Menghadapi situasi demikian para pemuda merasa terpanggil untuk berjuang memanggul senjata. Untuk itu, berdirilah berbagai organisasi kelaskaran di berbagai wilayah.
Melihat perkembangan situasi yang makin membahayakan negara, pimpinan negara menyadari bahwa sulit untuk mempertahankan negara dan kemerdekaan tanpa angkatan perang.
Dalam kondisi seperti itu, pemerintah memanggil pensiunan Mayor KNIL Oerip Soemoharjo dari Jogjakarta ke Jakarta dan diberi tugas membentuk tentara kebangsaan.
Dengan Maklumat Pemerintah pada tanggal 5 Oktober 1945, terbentuklah organisasi ketentaraan yang bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Semula yang ditunjuk menjadi pimpinan tertinggi TKR adalah Supriyadi, pimpinan perlawanan Peta di Blitar (Februari 1945), dan sebagai Menteri Keamanan Rakyat ad interim diangkat Muhammad Surjoadikusumo, mantan Daidanco Peta.
Berdasarkan Maklumat Pemerintah itu pula, Oerip Soemoharjo membentuk Markas Tinggi TKR di Jogjakarta. Di Pulau Jawa terbentuk 10 devisi dan di Sumatra 8 divisi. Berkembangnya situasi yang makin tidak menentu menyebabkan TKR membutuhkan figur pimpinan yang kuat dan berwibawa.
Akan tetapi, Supriyadi yang telah ditunjuk sebagai pimpinan tertinggi TKR belum juga muncul sehingga di kalangan TKR merasa perlu segera mengisi kekosongan tersebut.
Dalam konferensi TKR di Jogjakarta pada tanggal 12 Nopember 1945, Kolonel Soedirman, Panglima Divisi V Banyumas terpilih menjadi pimpinan tertinggi TKR.
Pengangkatan Kolonel Soedirman dalam jabatan terlaksana setelah selesainya pertempuran di Ambarawa. Untuk menghilangkan kesimpangsiuran, Markas Besar TKR pada tanggal 6 Desember 1945 mengeluarkan sebuah maklumat.
Isi maklumat itu menyatakan bahwa selain tentara resmi (TKR) juga dibolehkan adanya laskar, sebab hak dan kewajiban mempertahankan negara bukanlah monopoli tentara.
Pada tanggal 18 Desember 1945 pemerintah mengangkat Kolonel Soedirman sebagai Panglima Besar TKR dengan pangkat jenderal. Adapun sebagai Kepala Staf Umum TKR dipegang oleh Mayor Oerip Soemoharjo.
Pada tanggal 3 Juni 1947 keluar sebuah penetapan yang menyatakan bahwa TRI berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pergantian nama itu dilatarbelakangi oleh upaya mereorganisasi tentara kebangsaan yang benar-benar profesional.
Munculnya semangat kebangsaan yang tinggi menyebabkan para pemuda bergerak dari Jalan Jakarta No. 6 Medan di bawah pimpinan A. Tahir, Abdul Malik Munir, M.K. Yusni mendukung pemerintah Republik Indonesia yang telah berdiri.
Melihat dukungan rakyat yang demikian besar dan tanpa kenal takut, pada tanggal 3 Oktober 1945 Teuku Mohammad Hassan selaku gubernur dengan resmi mengumumkan dimulainya pemerintahan Republik Indonesia di Sumatra dengan Medan sebagai ibu kota provinsinya.
Penduduk Bukittinggi pun tidak ketinggalan mendukung Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Tanggal 29 September 1945 bendera Merah Putih telah berkibar di Bukittinggi. Sejak saat itulah bendera Merah Putih berkibar di daerah-daerah di Sumatra.
Perlawanan terhadap Belanda ( NICA ) mendapat dukungan dari rakyat, karena rakyat sudah anti terhadap penjajah dan mendukung berdirinya negara Republik Indonesia.
Pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar musyawarah dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.
Hal ini berarti daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan setiap daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.
Di daerah-daerah yang bersifat otonom atau daerah administrasi, semua menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang dan akan diadakan badan perwakilan daerah.
Pada tanggal 1 Januari 1946 di Pangkalan Bun, Sampit, dan Kota Waringin diresmikan berdirinya pemerintahan Republik Indonesia dan Tentara Republik Indonesia.
Selain daerah-daerah tersebut di atas, daerah lain juga mengikuti langkah-langkah yang diinstruksikan oleh pemerintah pusat untuk segera menjalankan pemerintahan di daerah di bawah pimpinan para gubernur masing-masing.
Sesuai dengan keputusan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 bahwa tugas presiden dibantu oleh Komite Nasional, maka di daerah-daerah tugas gubernur (kepala daerah) juga dibantu oleh Komite Nasional di Daerah.
Pembentukan Komite Nasional Indonesia Daerah yang ada di tiap-tiap provinsi merupakan lembaga yang akan berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebelum diadakan pemilihan umum.
Dengan terbentuknya pemerintahan di daerah yang dibantu oleh Komite Nasional di daerah diharapkan roda pemerintahan dapat berjalan, baik di tingkat pusat maupun di daerah.
Baca Juga : Peristiwa-peristiwa Sekitar Proklamasi dan Proses Terbentuknya NKRI
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Sebagai negara yang baru lahir, Indonesia belum memiliki undang-undang dasar yang berfungsi untuk mengatur segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Kepala negara dan kepala pemerintahan yang akan menjalankan pemerintahan serta kelengkapannya juga belum ada.Para pemimpin bangsa segera memanfaatkan dengan sebaik-baiknya lembaga yang ada pada waktu itu, yaitu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk Jepang sejak tanggal 7 Agustus 1945.
Pembentukan Kelengkapan Pemerintahan
Sehari sesudah proklamasi kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidangnya yang pertama di Gedung Kesenian Jakarta. Sidang dipimpin oleh Ir. Soekarno dengan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakilnya. Anggota sidang PPKI sebanyak 27 orang.Melalui pembahasan secara musyawarah, sidang mengambil keputusan penting, antara lain sebagai berikut.
- Penetapan dan pengesahan konstitusi sebagai hasil kerja BPUPKI yang sekarang dikenal dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi RI.
- ir. Soekarno dipilih sebagai presiden RI dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia. Peristiwa-peristiwa Sekitar Proklamasi dan Proses Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia 209
- Pekerja Presiden RI untuk sementara waktu oleh sebuah Komite Nasional.
Pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI hampir seluruh bahannya diambil dari Rancangan Pembukaan UUD hasil kerja Panitia Perumus pada tanggal 22 Juni 1945 yang disebut Piagam Jakarta.
- Kata “mukadimah” diganti “pembukaan”.
- Kata “hukum dasar” diganti dengan “Undang-Undang Dasar”.
- Kata “menurut dasar” dalam kalimat “Berdasarkan kepada Ketuhanan menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab” dihapus.
- Kalimat ... “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus.
Adapun isi batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945,bahannya diambil dari rancangan konstitusi hasil penyusunan Panitia
Perancangan pada tanggal 16 Juli 1945. Bahan itu juga mengalami beberapa perubahan, antara lain sebagai berikut.
- Pasal 6 Ayat 1, semula berbunyi “Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam”. Kata yang “beragama Islam” dihilangkan karena dinilai menyinggung perasaan yang tidak beragama Islam.
- Pasal 29 Ayat 1, kalimat di belakang ... “Ketuhanan” yang berbunyi dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihilangkan. Kalimat tersebut terdapat pada pembukaan UUD alinea ke-4.
Setelah melalui pembicaraan dan pembahasan yang matang, akhirnya dengan suara bulat, konstitusi itu diterima dan disahkan oleh PPKI menjadi Konstitusi Negara Republik Indonesia.
Konstitusi itu disebut Undang-Undang Dasar 1945. Pengesahan itu kemudian dimuat dalam Berita Republik Indonesia Tahun ke-2 No. 7 Tahun 1946 halaman 45-48.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 presiden dan wakil presiden RI untuk pertama kali dipilih oleh PPKI, karena MPR yang berhak memilih dan melantiknya belum terbentuk. Hal itu diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945.
PPKI memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil presiden RI. Untuk membantu pekerjaan presiden RI, PPKI telah mengaturnya pada Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi,
“Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar, segala kekuasaannya dijalankan oleh presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional”.
PPKI kemudian melanjutkan pekerjaannya guna melengkapi berbagai hal yang diperlukan bagi berdirinya negara dengan melaksanakan sidang pada tanggal 19 Agustus 1945.
Dalam sidang kedua PPKI menghasilkan keputusan, antara lain:
- Menetapkan dua belas kemekementerian yang membantu tugas presiden dalam pemerintah.
- Membagi wilayah Republik Indonesia menjadi delapan provinsi.
Pembentukan Komite Nasional Indonesia
PPKI kembali mengadakan sidang pada tanggal 22 Agustus 1945 yang memiliki agenda pokok tentang rencana pembentukan Komite Nasional dan Badan Keamanan Rakyat. Komite Nasional dibentuk di seluruh Indonesia dan berpusat di Jakarta.Tujuannya sebagai penjelmaan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan kedaulatan rakyat, KNIP diresmikan dan anggotanya dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru, Jakarta.
Pada saat itu terjadi perubahan politik, pada tanggal 11 November 1945, Badan Pekerja KNIP mengeluarkan Pengumuman Nomor 5 tentang Peralihan Pertanggungjawaban menteri-menteri dari Presiden kepada Badan Pekerja KNIP. Itu berarti sistem kabinet presidensiil dalam UUD 1945 telah diamandemen menjadi sistem kabinet parlementer.
Hal ini terbukti setelah Badan Pekerja KNIP mencalonkan Sutan Syahrir sebagai perdana menteri. Akhirnya, kabinet presidensiil Soekarno-Hatta jatuh dan digantikan oleh kabinet parlementer dengan Sutan Syahrir sebagai perdana menteri pertama.
Pembentukan Alat Kelengkapan Keamanan Negara
Pada akhir sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945 dibentuk panitia kecil yang bertugas membahas pembentukan tentara kebangsaan. Sebagai tindak lanjut dari usulan tersebut, presiden menugaskan Abdul Kadir, Kasman Singodimedjo, dan Otto Iskandardinata untuk menyiapkan pembentukan tentara kebangsaan.Hasil kerja panitia kecil itu dilaporkan dalam rapat Pleno PPKI pada tanggal 22 Agustus 1945. Kemudian rapat pleno memutuskan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR).
BKR ditetapkan sebagai bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) yang merupakan induk organisasi dengan tujuan untuk memelihara keselamatan masyarakat, serta merawat para korban perang.
Sementara itu, situasi keamanan tampaknya akan makin buruk karena dibayang-bayangi oleh datangnya tentara Sekutu dan Belanda di Indonesia. Menghadapi situasi demikian para pemuda merasa terpanggil untuk berjuang memanggul senjata. Untuk itu, berdirilah berbagai organisasi kelaskaran di berbagai wilayah.
Melihat perkembangan situasi yang makin membahayakan negara, pimpinan negara menyadari bahwa sulit untuk mempertahankan negara dan kemerdekaan tanpa angkatan perang.
Dalam kondisi seperti itu, pemerintah memanggil pensiunan Mayor KNIL Oerip Soemoharjo dari Jogjakarta ke Jakarta dan diberi tugas membentuk tentara kebangsaan.
Dengan Maklumat Pemerintah pada tanggal 5 Oktober 1945, terbentuklah organisasi ketentaraan yang bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Semula yang ditunjuk menjadi pimpinan tertinggi TKR adalah Supriyadi, pimpinan perlawanan Peta di Blitar (Februari 1945), dan sebagai Menteri Keamanan Rakyat ad interim diangkat Muhammad Surjoadikusumo, mantan Daidanco Peta.
Berdasarkan Maklumat Pemerintah itu pula, Oerip Soemoharjo membentuk Markas Tinggi TKR di Jogjakarta. Di Pulau Jawa terbentuk 10 devisi dan di Sumatra 8 divisi. Berkembangnya situasi yang makin tidak menentu menyebabkan TKR membutuhkan figur pimpinan yang kuat dan berwibawa.
Akan tetapi, Supriyadi yang telah ditunjuk sebagai pimpinan tertinggi TKR belum juga muncul sehingga di kalangan TKR merasa perlu segera mengisi kekosongan tersebut.
Dalam konferensi TKR di Jogjakarta pada tanggal 12 Nopember 1945, Kolonel Soedirman, Panglima Divisi V Banyumas terpilih menjadi pimpinan tertinggi TKR.
Pengangkatan Kolonel Soedirman dalam jabatan terlaksana setelah selesainya pertempuran di Ambarawa. Untuk menghilangkan kesimpangsiuran, Markas Besar TKR pada tanggal 6 Desember 1945 mengeluarkan sebuah maklumat.
Isi maklumat itu menyatakan bahwa selain tentara resmi (TKR) juga dibolehkan adanya laskar, sebab hak dan kewajiban mempertahankan negara bukanlah monopoli tentara.
Pada tanggal 18 Desember 1945 pemerintah mengangkat Kolonel Soedirman sebagai Panglima Besar TKR dengan pangkat jenderal. Adapun sebagai Kepala Staf Umum TKR dipegang oleh Mayor Oerip Soemoharjo.
Adapun perkembangan Tentara Keamanan Rakyat adalah sebagai berikut.
- Pada tanggal 7 Januari 1946, pemerintah mengubah nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian Kementerian Keamanan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia.
- Tanggal 24 Januari 1945, Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) berganti nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Pergantian nama itu dilatarbelakangi oleh upaya mendirikan tentara kebangsaan yang percaya pada kekuatan sendiri.
- Pada tanggal 5 Mei 1947, presiden mengeluarkan dekret guna membentuk suatu panitia yang ia pimpin sendiri dengan nama Panitia Pembentukan Organisasi Tentara Nasional Indonesia. Panitia tersebut beranggotakan 21 orang dari berbagai pimpinan laskar yang paling berpengaruh.
Pada tanggal 3 Juni 1947 keluar sebuah penetapan yang menyatakan bahwa TRI berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pergantian nama itu dilatarbelakangi oleh upaya mereorganisasi tentara kebangsaan yang benar-benar profesional.
Dukungan Daerah terhadap Pembentukan Negara
Kesatuan Republik Indonesia Dukungan terhadap proklamasi pembentukan negara dan pemerintah Republik Indonesia, antara lain datang dari daerah berikut.a. Keraton Kasultanan Jogjakarta
Pada tanggal 29 Agustus 1945 Sri Sultan Hamengku Buwono IX dari Jogjakarta mengirimkan telegram ke Jakarta yang isinya menyatakan bahwa Kasultanan Jogjakarta sanggup berdiri di belakang pimpinan Soekarno-Hatta. Pada tanggal 5 September 1945 dukungan itu dipertegas dengan pengumuman Amanat Pernyataan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.b. Sumatra mendukung pemerintah Republik Indonesia
Gelora kemerdekaan Indonesia yang telah menyebar ke manamana mendorong para pemuda, khususnya Sumatra Timur untuk bergerak.Munculnya semangat kebangsaan yang tinggi menyebabkan para pemuda bergerak dari Jalan Jakarta No. 6 Medan di bawah pimpinan A. Tahir, Abdul Malik Munir, M.K. Yusni mendukung pemerintah Republik Indonesia yang telah berdiri.
Melihat dukungan rakyat yang demikian besar dan tanpa kenal takut, pada tanggal 3 Oktober 1945 Teuku Mohammad Hassan selaku gubernur dengan resmi mengumumkan dimulainya pemerintahan Republik Indonesia di Sumatra dengan Medan sebagai ibu kota provinsinya.
Penduduk Bukittinggi pun tidak ketinggalan mendukung Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Tanggal 29 September 1945 bendera Merah Putih telah berkibar di Bukittinggi. Sejak saat itulah bendera Merah Putih berkibar di daerah-daerah di Sumatra.
c. Sulawesi Utara mendukung pemerintah Republik Indonesia
Pada tanggal 14 Februari 1945 para Pemuda Sulawesi Utara di bawah pimpinan Ch. Taulu mengadakan pemberontakan untuk mendirikan RI di Sulawesi Utara. Awalnya, pemberontakan itu muncul di Manado yang kemudian menyebar ke Tondano, Bitung, dan Bolang Mongondow.Perlawanan terhadap Belanda ( NICA ) mendapat dukungan dari rakyat, karena rakyat sudah anti terhadap penjajah dan mendukung berdirinya negara Republik Indonesia.
Pembentukan Lembaga Pemerintahan di Seluruh Indonesia
Daerah di Indonesia Bentuk pemerintah daerah di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 (sebelum diamandemen) yang berbunyi:Pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar musyawarah dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.
Hal ini berarti daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan setiap daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.
Di daerah-daerah yang bersifat otonom atau daerah administrasi, semua menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang dan akan diadakan badan perwakilan daerah.
Berbagai kegiatan yang dilakukan di daerah antara lain:
- Pada awal September 1945, pemerintah Republik Indonesia Provinsi Sulawesi terbentuk. Dr. G.S.S.J. Ratulangi dilantik sebagai gubernur Sulawesi dan mulai menjalankan roda pemerintahan.
- Di Medan, pada tanggal 30 September 1945 para pemuda dipimpin oleh Sugondo Kartoprojo membentuk Barisan Pemuda Indonesia. Gubernur Sumatra, Teuku Mohamad Hassan juga segera membentuk pemerintah daerah di wilayah Sumatra.
- Di Banjarmasin, pada tanggal 10 Oktober 1945 rakyat melakukan rapat umum untuk meresmikan berdirinya pemerintah Republik Indonesia Daerah Kalimantan Timur.
Pada tanggal 1 Januari 1946 di Pangkalan Bun, Sampit, dan Kota Waringin diresmikan berdirinya pemerintahan Republik Indonesia dan Tentara Republik Indonesia.
Selain daerah-daerah tersebut di atas, daerah lain juga mengikuti langkah-langkah yang diinstruksikan oleh pemerintah pusat untuk segera menjalankan pemerintahan di daerah di bawah pimpinan para gubernur masing-masing.
Sesuai dengan keputusan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 bahwa tugas presiden dibantu oleh Komite Nasional, maka di daerah-daerah tugas gubernur (kepala daerah) juga dibantu oleh Komite Nasional di Daerah.
Pembentukan Komite Nasional Indonesia Daerah yang ada di tiap-tiap provinsi merupakan lembaga yang akan berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebelum diadakan pemilihan umum.
Dengan terbentuknya pemerintahan di daerah yang dibantu oleh Komite Nasional di daerah diharapkan roda pemerintahan dapat berjalan, baik di tingkat pusat maupun di daerah.
Baca Juga : Peristiwa-peristiwa Sekitar Proklamasi dan Proses Terbentuknya NKRI
0 Response to "Proses Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia"
Post a Comment